Kamis, 07 Februari 2013

Banjir DKI,penanggulangan yang di lakukan pak Jokowi

«rumushan masalah ; masalah dan penanggulangan banjir di DKI jakarta

JAKARTA-Banjir di kawasan Pluit, Jakarta Utara, benar-benar membuat Gubernur DKI Jakarta Jokowi kewalahan. Aparat juga kesulitan mengatasi banjir di daerah itu lantaran pompa air yang biasa digunakan untuk membuang air ke laut ikut terendam.

’’Di Pluit air tidak bisa surut, karena pompa terendam. Mengatasinya kami kesulitan,’’ kata Jokowi saat pertemuan dengan Pimpinan DPR di gedung parlemen, Senin (21/1).

Namun, kata dia, pihaknya terus mengerahkan seluruh bantuan ke Pluit seperti sudah dilakukan saat mengatasi jebolnya tanggul di Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, dengan melibatkan Paskhas, Kopassus, Kodam dan polisi.

’’Kami mohon bantuan agar bisa selesai. Sebab, Pluit tidak hanya orang kaya, tapi yang tidak mampu juga lebih banyak,’’ katanya.

Menurut Lurah Pluit Tahta Yujang, tercatat ada 101 RT di wilayahnya yang terkena banjir. ’’Di 101 RT itu berada di 7 RW. Yakni RW 04, 05, 06, 07, 09, 016 dan sebagian RW 019. Ketinggian air satu hingga dua meter,’’ terangnya kemarin.

Untuk membantu pengungsi, pihaknya telah menyiapkan tenda darurat. Selain itu, telah ada tiga titik evakuasi di dekat lokasi. Ribuan warga yang rumahnya kebanjiran sudah di evakuasi ke tempat tersebut.

’’Titik evakuasi itu, yakni di Sekolah Permai sebanyak 1.500 jiwa. Di Lions Club ada 200 jiwa dan di Apartemen Laguna ada 825 jiwa,’’ terang Tahta.

Adapun jumlah kepala keluarga yang menjadi korban banjir, tercatat sebanyak 4.466 KK. ’’Dengan jumlah warga sebanyak 14.194 jiwa,’’ pungkasnya.

Di kawasan tersebut, bantuan dari berbagai pihak terus mengalir. Seperti makanan dan minuman. Selain itu, bantuan untuk korban banjir dari Pemkot Jakut juga disalurkan. Adapun bantuan dan persiapan logistik makanan dikoordinasi Sudin Sosial Jakut. Dapur umum dipusatkan di komplek perkantoran Pemkot Jakut.

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, masih ada beberapa kawasan di ibu kota yang tergenang hingga kedalaman satu setengah meter. Lokasinya terutama berada di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Yakni, di Muara Baru dan Kapuk Muara. ’’Untuk Kawasan Pluit sudah turun hingga di bawah satu meter,’’ terang Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho kemarin.

Selain Pluit, masih ada sejumlah kawasan seperti Muara Angke dan Penjaringan yang ketinggian airnya sudah di bawah satu meter. Banjir yang masih melanda kawasan-kawasan tersebut lebih disebabkan pengaruh pasang air laut.

Sutopo menyatakan, pompa air di waduk Pluit sebagian telah berfungsi kembali setelah tidak beroperasi akibat terendam banjir. Sementara, Kementerian PU hari ini akan mendatangkan lagi pompa berkapasitas 400 liter per detik ke waduk seluas 80 hektare itu.

Meski banjir mulai surut, bukan berarti aktivitas warga yang terdampak ikut normal kembali. Hingga kemarin, tercatat 45.954 jiwa masih bertahan di lokasi pengungsian. Rata-rata, mereka bertahan karena rumahnya masih terendam atau masih perlu pembersihan bagi kawasan yang telah surut airnya.

Hingga kemarin, BNPB mencatat banjir Jakarta membawa dampak bagi 100.274 KK atau 245.119 jiwa. Pengungsi sendiri masih menyebar di seluruh wilayah Jakarta. Nyaris separonya berada di wilayah Jakarta barat, yakni sebanyak 22.315 jiwa. Kemudian disusul Jakarta Utara (17.237), Jakarta Timur (1.442), Jakarta Pusat (1.268), dan Jakarta Selatan (430).

Ratusan perahu karet dan truk dikerahkan untuk evakuasi, distribusi logistik dan kebutuhan dasar, serta sarana transportasi masyarakat untuk melalui genangan air. "Logistik mencukupi untuk semua kebutuhan pengungsi," tegasnya.

Meski begitu, Sutopo tetap mengapresiasi upaya dari kalangan non pemerintah yang telah ikut memberikan bantuan kemanusiaan bagi para korban. Untuk jumlah korban meninggal, hingga kini laporan yang masuk ke BNPB mencapai 20 orang. Rata-rata, mereka meninggal bukan akibat terseret arus. Melainkan, tersengat arus listrik saat berada di rumah atau lokasi-lokasi yang terendam banjir. Ada pula yang meninggal akibat menghirup gas karbonmonoksida dari genset di ruang tertutup. Sebagian kecil lagi hanyut, termasuk dua korban yang ditemukan terjebak di basement gedung UOB Plaza.

Di sisi lain, banjir juga masih merendam sejumlah wilayah di Kabupaten Karawang. Banjir yang merendam 51 desa sejak 17 Januari lalu itu hingga kini baru surut sebagian. "Penyebab banjir di situ adalah luapan sungai Ciobeet dan Citarum," tutur Sutopo. Ketinggian air sendiri berkisar 30 sampai 250 sentimeter.

Banjir tersebut membuat 18.626 rumah terendam dan berdampak pada 18.914 KK atau 66.746 jiwa. Data terakhir menunjukkan, tiga kawsan masih terendam banjir cukup parah. Antara lain Kecamatan Batu Jaya, Desa Segaran, dan Telukbango. Ketinggian air berkisar 180 sampai 250 sentimeter.

Banjir Jakarta memang sudah surut. Namun, Badan Meteorologi dan Geofisika meramalkan curah hujan akan lebih deras beberapa hari ke depan. Itu berarti, potensi banjir masih tetap mengancam.

Karena itu, Polri masih menyiagakan pasukan di titik-titik evakuasi banjir. Terutama, di lingkungan yang membutuhkan pengamanan lebih seperti kompleks perumahan atau pertokoan.

"Jadi, ada dua fungsi selain membantu evakuasi juga fungsi pengamanan ," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Agus Rianto di kantornya kemarin.

Mantan Kabidhumas Polda Jawa Barat itu menjelaskan, tim Disaster Victim Identification (DVI) yang biasa menangani korban musibah membentuk posko di tengah kota. Tepatnya di ruas jalan Thamrin dekat dengan gedung UOB. " Selain identifikasi jenazah atau orang meninggal, DVI juga membantu jika ada kerabat yang hilang atau belum ketemu," katanya.

Tim DVI yang berpengalaman dalam kasus-kasus bom terorisme maupun kecelakaan pesawat itu masih akan standby dalam sepekan ke depan. "Yang di pos-pos akan disegarkan, jadi tidak ditarik tapi personelnya bergantian," katanya.

TNI juga melakukan langkah antisipasi jika ada banjjir susulan datang melanda Ibukota. Masing-masing angkatan membentuk satuan tugas (Satgas) Banjir yang sesuai dengan kemampuan dan karakter masing-masing.

"Koordinasi dengan Basarnas dan BNPB terus berjalan, TNI selalu siap," ujar Kapuspen TNI Laksda Iskandar Sitompul kemarin. TNI AL misalnya, mengerahkan satuan Kopaska, juga marinir dengan kendaraan-kendaraan amfibi.

Dari TNI AD, ribuan prajurit dikerahkan untuk membantu evakuasi, membentuk dapur umum, dan kerja bakti 24 jam memperbaiki tanggul Latuharhary, Menteng, yang jebol. TNI AU memfasilitasi pesawat dan helikopter dan juga menurunkan personil kesehatan lapangan untuk membantu pengungsi.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai harus berkoordinasi dengan DPRD DKI Jakarta untuk penanggulangan bencana banjir di ibukota negara. Lantaran, sejumlah titik banjir masih banyak kebutuhan pengungsi yang belum terpenuhi.

’’Kemarin kami meninjau beberapa titik di Jakarta, yaitu Kalibata, Pesing, dan Rawa Buaya masih kurangnya tenda bagi para pengungsi atau truk sampah untuk mengangkut sampah yang menumpuk selama banjir,’’ ucap Ketua DPD RI Irman Gusman saat bertemu Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo di Nusantara III Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (21/1).

Untuk itu, Irman berharap, agar Pemprov DKI Jakarta berkoordinasi dengan DPRD untuk penanggulangan banjir. Pasalnya, penanganan banjir di Jakarta tidak bisa dikerjakan sendiri Pemprov. “Saya sangat mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan Pak Jokowi, namun saya menilai DKI tidak bisa bekerja sendiri. Harus berkoordinasi dengan DPRD,” cetusnya. (fdi/dai/rdl/byu/wir)

penanggulangan yang dilakukan..

 

Jokowi memang belum genap tiga bulan menjadi Gubernur DKI Jakarta, jadi publik belum bisa mengukur keberhasilan/kegagalan langkah-langkah kebijakannya. Bulan madu dengan pendukung dan media juga masih mesra, namun kritik sudah mulai berdatangan seiring dengan datangnya musim penghujan, macet dan banjir dalam beberapa hari belakangan ini.
Sebagai media darling setiap langkah Jokowi tidak lepas dari mata awak media. Jadi ketika Jumat – Sabtu lalu sempat menghilang dari pengawasan media, banyak orang bertanya-tanya: “Ke manakah Jokowi?”
Terkait banjir, Jokowi memang tidak bisa berbuat banyak dalam kurun waktu singkat, sehingga harapan publik akan langkah Jokowi menanggulangi banjir di Jakarta kali ini sebaiknya dilupakan. Di sisi lain sebaiknya Jokowi dan jajarannya segera melakukan crash program penanganan banjir dengan seksama, supaya tidak ada korban.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan Jokowi dan jajarannya, misalnya dari sisi informasi.  Seharusnya Jokowi dan jajarannya sudah bisa melakukan banyak terobosan melalui tim pendukungnya yang aktif di sosial media kala Pemilukada lalu dan media massa (radio dan televisi). Pastikan komunikasi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pusat kontrol debit air di wilayah penyangga, misalnya di bendungan Katulampa, baik dengan dukungan  data real time.
Selanjutnya Jokowi dan jajarannya juga harus memanfaatkan fasilitas TMC di Polda Metro dan berbagai sarana lain termasuk papan reklame digital yang banyak tersebar di jalan protokol sebagai sumber informasi tentang daerah banjir, curah hujan, kondisi waduk penyangga di sekitar Bodetabek dsb supaya publik Jakarta yang akan melakukan kegiatannya bisa mengantisipasi dengan berbagai cara.
Lalu siagakan semua aparat Pemprov yang ada di lapangan melalui jadwal piket dan siap melakukan apa saja menanggulangi dampak banjir termasuk bekerja sama dengan instansi terkait dan menyiapkan lokasi pengungsian beserta dukungan logistiknya.
Yang terakhir pastikan, aparat  Dinas Perhubungan siaga di jam-jam padat lalu lintas bersama aparat Kepolisian untuk mengatur lalu lintas, khususnya sterilisasi jalur Trans Jakarta dari kendaraan pribadi dan underpass dari berteduhnya para pengendara motor. Jika melanggar harus langsung ditilang, apapun alasannya karena itu mengganggu kelancaran pergerakan manusia di wilayah Jakarta yang sudah super duper padat dan banjir.
Hanya itu yang bisa dilakukan oleh Jokowi dan jajarannya, tentu  saja disertai doa supaya tidak timbul korban manusia. Dan yang terakhir supaya kondusif, sebaiknya tim pendukungnya di media sosial tidak melakukan pembelaan yang membabi buta. Ingat kritik publik adalah obat bukan racun. Salam. Agus Pambagio (Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen).

rencana yang akan dilakukan pak jokowi dalam masalah kemacetan sekaligus banjir.. 

 

Terowongan Multiguna Dinilai Bukan Solusi Atasi Banjir Jakarta

  SURABAYA, KOMPAS.com — Pakar dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Dr Amien Widodo, menilai rencana Gubernur DKI Jakarta Jokowi untuk membangun terowongan multiguna bukan solusi untuk mengatasi banjir di Jakarta. Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ingin segera merealisasikan program pembangunan terowongan bawah tanah yang sebelumnya sering disebut deep tunnel. Program untuk mengatasi banjir sekaligus kemacetan itu diharapkan sudah mulai bisa memiliki jabaran jelas dalam beberapa bulan ke depan.

"Rencana itu akan sia-sia karena faktor penyebab utama tidak diatasi, yakni sedimentasi dan perilaku buang sampah masyarakat, bahkan terowongan itu bisa jadi akan memunculkan masalah baru," kata Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITS itu, Kamis (24/1/2013).

Ia mengemukakan hal itu ketika dimintai pendapat tentang solusi untuk mengatasi banjir di wilayah Jakarta yang terjadi sejak 15 Januari 2013. Menurut Amien, penyelesaian banjir Jakarta yang terus berulang tidak pernah mengungkap penyebab masalah. Faktor hujan memang tidak bisa dihindari mengingat musim hujan mencapai puncaknya. Oleh karena itu, harus diperhatikan kondisi tata ruang dan masyarakat.
    
"Berdasarkan hasil pengamatan, sedikitnya ada beberapa masalah utama terkait perilaku (buruk) masyarakat, yaitu terjadinya perubahan tata guna lahan di kawasan resapan air di kawasan Puncak Gunung Pangrango, yang awalnya hutan, tapi akhirnya diubah menjadi kawasan terbangun," katanya.
    
Hal itu menyebabkan air hujan tidak ada yang meresap sehingga semuanya mengalir menjadi air banjir yang akan mengerosi tanah dan mengendapkannya ke sungai sehingga sungai akan dangkal. "Masalah yang lain banyaknya penduduk bermukim di bantaran sungai akibatnya lebar sungai akan terus menyempit," ujar Amien.
    
Demikian pula dengan kebiasaan membuang sampah sembarangan ke kali. Menurutnya, cara mengatasinya ialah dengan menyiasati agar hujan yang turun bisa meresap dan tidak langsung mengalir sambil membawa tanah serta diendapkan di sepanjang sungai.
    
"Lalu, bagaimana masyarakat tidak bermukim di tepi sungai dan membuat dimensi sungai mengecil serta bagaimana permukaan sungai tidak ada sampah," katanya.
    
"Andai kawasan resapan hanya dijadikan hutan, erosi dan sedimentasi sungai tidak akan terjadi sehingga (proyek) pengerukan tidak perlu dilakukan. Andai dilakukan edukasi tentang pembuangan sampah, pembersihan sampah tidak perlu dilakukan. Itu harus tegas," lanjut Amien.
    

Ia menambahkan, banjir Jakarta juga penting untuk pembelajaran bagi daerah aliran sungai (DAS) besar lainnya di Indonesia. "Misalnya, Provinsi Jawa Timur mempunyai banyak DAS besar yang kondisinya tidak jauh berbeda dengan DAS Kali Ciliwung, seperti DAS Bengawan Solo, DAS Brantas, DAS Sampean, dan sebagainya. Pemerintah harus memperhatikan kawasan resapan untuk vila, permukiman di dalam tanggul, dan buang sampah sembarangan. Pemerintah harus tegas," kata Amien.