BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang bertemakan "Teroris".
makalah ini menjelaskan tentang yang berhubungan dengan terorisme.
makalah ini menjelaskan tentang yang berhubungan dengan terorisme.
latar Belakang
Terorisme adalah penggunaan kekerasan, fisik atau psikologis, melalui serangan lokal untuk elemen atau fasilitas dari pemerintah atau penduduk yang telah diatur, untuk menanamkan rasa takut, teror, dan dengan demikian mendapatkan efek psikologis masyarakat. Hal ini digunakan oleh berbagai lembaga sebagai cara untuk mencapai tujuan, dan organisasi politik, kelompok separatis dan bahkan pemerintah yang berkuasa.
Dengan adanya berbagai polemik yang terjadi di Negara ini,maka Pemerintahan Republik Indonesia dirasa semakin peka dengan apa yang dinamakan teroris terlebih dengan adanya berbagai bentuk kejadian yang menimpa banyak korban yang diakibatkan oleh serangan-serangan atau bentuk kejadian berupa terror bom dari mulai Bom Bali 1 sampai yang terakhir di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi hampir bersamaan, sekitar pukul 07.50 WIB pada tanggal 17 Juli 2009.
Berbagai usaha yang dilakukan bahkan setelah terjadi Bom Bali 1 pemerintahan RI membentuk suatu ketentuan undang-undang yang dinamakan “Undang-undang Republik Indonesia Nomor.15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang nomor.1 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme menjadi undang-undang”.
Terlebih Pemerintahan RI membentuk suatu kesatuan khusus yang dinamakan Detasemen Khusus 88 atau Densus 88 adalah satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penanggulangan teroris di Indonesia. Pasukan khusus berompi merah ini dilatih khusus untuk menangani segala ancaman teror, termasuk teror bom. Beberapa anggota juga merupakan anggota tim Gegana.
Hingga pada puncaknya pasukan khusus ini dapat menghentikan sepak terjang salah satu gembong teroris yang paling diburu yakni Gembong teroris Noordin M Top yang tewas dalam penggerebekan Densus 88 di Solo, Jawa Tengah, 17 September lalu, ternyata semua itu bukan akhir dari pada sepak terjang para teroris yang ada di Indonesia namun akan tetapi telah mengembangkan jaringan sel-sel baru terorisme.
http://nunezbaehaqi.wordpress.com/2010/12/05/perkembangan-antara-agama-islam-dan-ancaman-terorisme-di-indonesia/
Terorisme adalah penggunaan kekerasan, fisik atau psikologis, melalui serangan lokal untuk elemen atau fasilitas dari pemerintah atau penduduk yang telah diatur, untuk menanamkan rasa takut, teror, dan dengan demikian mendapatkan efek psikologis masyarakat. Hal ini digunakan oleh berbagai lembaga sebagai cara untuk mencapai tujuan, dan organisasi politik, kelompok separatis dan bahkan pemerintah yang berkuasa.
Dengan adanya berbagai polemik yang terjadi di Negara ini,maka Pemerintahan Republik Indonesia dirasa semakin peka dengan apa yang dinamakan teroris terlebih dengan adanya berbagai bentuk kejadian yang menimpa banyak korban yang diakibatkan oleh serangan-serangan atau bentuk kejadian berupa terror bom dari mulai Bom Bali 1 sampai yang terakhir di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi hampir bersamaan, sekitar pukul 07.50 WIB pada tanggal 17 Juli 2009.
Berbagai usaha yang dilakukan bahkan setelah terjadi Bom Bali 1 pemerintahan RI membentuk suatu ketentuan undang-undang yang dinamakan “Undang-undang Republik Indonesia Nomor.15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang nomor.1 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme menjadi undang-undang”.
Terlebih Pemerintahan RI membentuk suatu kesatuan khusus yang dinamakan Detasemen Khusus 88 atau Densus 88 adalah satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penanggulangan teroris di Indonesia. Pasukan khusus berompi merah ini dilatih khusus untuk menangani segala ancaman teror, termasuk teror bom. Beberapa anggota juga merupakan anggota tim Gegana.
Hingga pada puncaknya pasukan khusus ini dapat menghentikan sepak terjang salah satu gembong teroris yang paling diburu yakni Gembong teroris Noordin M Top yang tewas dalam penggerebekan Densus 88 di Solo, Jawa Tengah, 17 September lalu, ternyata semua itu bukan akhir dari pada sepak terjang para teroris yang ada di Indonesia namun akan tetapi telah mengembangkan jaringan sel-sel baru terorisme.
a. Ciri-ciri terorisme
Menurut beberapa
literatur dan reference termasuk surat kabar dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
terorisme adalah :
1.
Organisasi yang baik, berdisiplin tinggi & militant
2.
Mempunyai tujuan politik, ideologi tetapi melakukan
kejahatan kriminal untuk mencapai tujuan.
3.
Tidak mengindahkan norma-norma universal yang berlaku,
seperti agama, hukum dan HAM.
4.
Memilih sasaran yang menimbulkan efek psikologis yang
tinggi untuk menimbulkan rasa takut dan mendapatkan publikasi yang luas.
5.
Menggunakan cara-cara antara lain seperti : pengeboman,
penculikan, penyanderaan, pembajakan dan sebagainya yang dapat menarik
perhatian massa/publik.
Yon
seorang Koordinator Bidang Kajian, Publikasi, dan Penelitian Pusat Kajian Timur
Tengah dan Islam Universitas Indonesia itu menjelaskan, secara umum pelaku
terorisme, termasuk pelaku bom bunuh diri, berdasarkan motivasi dapat dibedakan
dalam empat kategori.
Kategori
pertama, berkaitan dengan ideologi dan keyakinan, yakni kelompok teroris yang
dimotivasi oleh ajaran agama biasanya dididik dalam lembaga-lembaga pendidikan
keagamaan dalam waktu yang lama dan dipersiapkan untuk aktifitas terorisme.
"Kelompok
ini biasanya memiliki ciri-ciri keagamaan tertentu. Melihat trend pengeboman di
Indonesia pada dasawarsa terakhir ini dapat disimpulkan bahwa terorisme dengan
motivasi ajaran agama secara murni hampir dipastikan telah hilang.
Hal itu, lanjutnya, karena komunitas agama di
Indonesia tidak menolerir segala bentuk aksi terorisme. Bahkan
kelompok-kelompok yang dianggap keras sekalipun, seperti Ustaz Abu Bakar
Baasyir dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), secara tegas menolak cara-cara
yang dilakukan kelompok Noordin M Top.
Kategori
kedua, kelompok yang tereksploitasi. Kelompok inilah yang mendominasi aksi-aksi
terorisme di Indonesia.
Walaupun pelaku mendapatkan indoktrinasi dan sekaligus proyeknya dari anggota dalam jaringan teroris di Indonesia, tetapi sebagian besar tidak mengenal dengan baik orang telah mencuci otaknya (brainwashing),
mereka yang dapat dieksploitasi menjadi suicide bombers (pelaku bom bunuh diri) adalah yang memiliki perasaan bersalah atau merasa hidupnya tak bermakna.
Walaupun pelaku mendapatkan indoktrinasi dan sekaligus proyeknya dari anggota dalam jaringan teroris di Indonesia, tetapi sebagian besar tidak mengenal dengan baik orang telah mencuci otaknya (brainwashing),
mereka yang dapat dieksploitasi menjadi suicide bombers (pelaku bom bunuh diri) adalah yang memiliki perasaan bersalah atau merasa hidupnya tak bermakna.
Sebagian
besar dari mereka berasal dari segmen pemuda yang bermasalah secara psikologis
dan sosial, serta bukan berasal dari kelompok religius.
"Ciri-cirinya pun berbeda dengan kategori pertama. Mereka tidak direkrut di masjid tetapi di jalan. Tentu mengeksploitasi segmen masyarakat seperti ini sangat mudah dan inilah yang menjadi fenomena terorisme di Indonesia," ujarnya.
"Ciri-cirinya pun berbeda dengan kategori pertama. Mereka tidak direkrut di masjid tetapi di jalan. Tentu mengeksploitasi segmen masyarakat seperti ini sangat mudah dan inilah yang menjadi fenomena terorisme di Indonesia," ujarnya.
Kategori
ketiga, dimotivasi oleh balas dendam atas kekerasan oleh rezim Orde Baru terhadap
anggota keluarga mereka, Kelompok ini dapat berasal dari keluarga Darul Islam
(DI). Hanya saja untuk saat ini tentu sangat susah mendapatkan keluarga DI yang
masih mengalami trauma kekerasan yang diterima oleh keluarga mereka.
Sedangkan
kategori keempat adalah kelompok separatis yang berkembang di Indonesia.
Pada kenyataannya, kata Yon, kelompok itu telah melakukan transformasi kepada gerakan politik dan berdamai dengan pemerintah Indonesia.
Pada kenyataannya, kata Yon, kelompok itu telah melakukan transformasi kepada gerakan politik dan berdamai dengan pemerintah Indonesia.
b. Bentuk-bentuk
Terorisme.
Dilihar dari cara-cara yang digunakan :
1) Teror Fisik yaitu teror untuk
menimbulkan ketakutan, kegelisahan memalui sasaran pisik jasmani dalam bentuk
pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, penyanderaan penyiksaan dsb, sehingga
nyata-nyata dapat dilihat secara pisik akibat tindakan teror.
2) Teror Mental, yaitu teror dengan
menggunakan segala macam cara yang bisa menimbulkan ketakutan dan kegelisahan
tanpa harus menyakiti jasmani korban (psikologi korban sebagai sasaran) yang
pada tingkat tertentu dapat menimbulkan tekanan batin yang luar biasa akibatnya
bisa gila, bunuh diri, putus asa dsb.
Dilihat dari Skala sasaran teror :
1) Teror Nasinal, yaitu teror yang ditujukan
kepada pihak-pihak yang ada pada suatu wilayah dan kekuasaan negara tertentu,
yang dapat berupa : pemberontakan bersenjata, pengacauan stabilitas nasional,
dan gangguan keamanan nasional.
2) Teror Internasional. Tindakan teror
yang diktujukan kepada bangsa atau negara lain diluar kawasan negara yang
didiami oleh teroris, dengan bentuk :
a) Dari Pihak yang kuat kepada pihak yang
lemah. Dalam bentuk penjajahan, invansi, intervensi, agresi dan perang terbuka.
b) Dari Pihak yang Lemah kepada Pihak
yang kuat. Dalam bentuk pembajakan, gangguan keamanan internasional, sabotase,
tindakan nekat dan berani mati, pasukan bunuh diri, dsb.
2.2
Usaha Teroris Dalam Merekrut Anggota
Menurut
Margaretha seorang Psikolog Universitas Airlangga (Unair), konsep pencucian otak
merupakan terminologi yang sangat umum. Dari perspektif komunikasi, pelaku
kejahatan ini mendekati calon korban dengan proses persuasi. Proses yang secara
sadar bertujuan untuk mempengaruhi orang berperilaku sesuatu.
Pencucian otak
sangat bisa berhasil dengan proses persuasi yang sangat profesional. Bisa
dengan teknik lowball atau juga sugesti.
Teknik lowball,
biasanya diawali dengan sebuah permintaan halus. Permintaan ringan yang
disodorkan berlangung terus menerus. Misalnya, seseorang meminta pertolongan
secara materil.
Kejahatan dengan
teknik lowball ini dilakukan dengan jangka waktu lama dan dilakukan secara
berulang-ulang pada korban yang sama. Semakin lama, si pelaku semakin
memberikan permintaan yang semakin berat. Teknik pencucian otak ini dilancarkan
kepada calon korban secara sadar.
Sedangkan,
teknik sugesti digunakan si pelaku dengan menyerang alam tak sadar calon
korban. Biasanya masyarakat lebih akrab dengan teknik gendam. Calon korban
diserang dalam posisi tenang yakni pada saat istirahat atau tahap gelombang
otak mengarah tenang.
Menurut Mardigu
WP ahli pengamat terorisme, modus yang digunakan para ‘pencuci otak’ untuk
melaksanakan tujuannya adalah mencari dana dengan doktrin jihad. Pertama,
pelaku akan mengajak si korban untuk hijrah, lalu berjihad, dan terakhir
memintanya berinfaq.
Pendekatan yang
dilakukan para pelaku juga tergolong singkat. Sejak pertama kali mengenal
korban hingga melakukan eksekusi, mereka butuh waktu dua minggu.
Tidak hanya itu,
sasaran korban pun beragam. Tidak ada golongan khusus, atau jenis kelamin
tertentu. Yang jelas, Mardigu meminta semua pihak waspada jika ada orang-orang
asing yang mengajak kenalan dengan cara yang sangat intens.
2.3
Tujuan Teroris
a.
Tujuan Jangka Pendek, meliputi :
1.
Mempeeroleh pengakuan dari masyarakat lokal, nasional,
regional maupun dunia internasional atas perjuangannya.
2.
Memicu reaksi pemerintah, over reaksi dan tindakan
represif yang dapat mengakibatkan keresahan di masyarakat.
3.
Mengganggu, melemahkan dan mempermalukan pemerintah,
militer atau aparat keamanan lainnya.
4.
Menunjukkan ketidak mampuan pemerintah dalam melindungi
dan mengamankan rakyatnya.
5.
Memperoleh uang atau perlengkapan.
6.
Mengganggu dan atau menghancurkan sarana komunikasi,
informasi maupun transportasi.
7.
Mencegah atau menghambat keputusan dari badan eksekutif
atau legislatif.
8.
Menimbulkan mogok kerja.
9.
Mencegah mengalirnya investasi dari pihak asing atau
program bantuan dari luar negeri.
10. Mempengaruhi
jalannya pemilihan umum.
11. Membebaskan
tawanan yang menjadi kelompok mereka.
12. Membalas
dendam.
b.
Tujuan Jangka Panjang, meliputi :
1.
Menimbulkan perubahan dramatis dalam pemerintahan,
seperti revolusi, perang saudara atau perang antar negara.
2.
Mengganti ideologi suatu negara dengan ideologi
kelompoknya.
3.
Menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pihak
teroris selama perang gerilya.
4.
Mempengaruhi kebijakan pembuat keputusan baik dalam
lingkup lokal, nasional, regional atau internasional.
5.
Memperoleh pengakuan politis sebagai badan hukum untuk
mewakili suatu suku bangsa atau kelompok nasional, misalnya PLO.
2.4
Perkembangan Terorisme Saat Ini
Pola Terorisme terus berubah dan
berkembang. Sedangkan pada permukaan pada intinya tetap "Merencanakan suatu tindakan dengan
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang melanggar hukum untuk
menanamkan rasa takut ..." Ini sangat efektif digunakan sebagai alat
strategis dalam menghadapi Lawan yang dihadapinya. Bagaimanapun terorisme telah
berkembang dengan luar biasa dengan menerapkan strategi perang abad 21, mereka
juga selalu beradaptasi dengan perubahan sosial politik dunia serta lingkungan.
Beberapa perubahan itu telah mampu memfasilitasi kemampuan dari teroris dalam
beroperasi, memperoleh dana, dan mengembangkan kemampuan baru. Perubahan lain
adalah secara perlahan terorisme telah bergerak membangun hubungan yang berbeda
menuju dunia yang lebih luas.
Untuk mengetahui lebih dalam
tentang bagaimana konteks perubahan ini , maka kita perlu melihat sejarah
perkembangan terorisme, dengan mewarisi perubahan kontur atas teknik yang dipelopori
oleh orang lain. Perkembangan ini didorong oleh perkembangan yang berlangsung
secara alami, berlangsung dalam suatu konflik dan hubungan internasional. Hal
ini juga perlu di pertimbangkan karena dapat menjadi kemungkinan penyebab
konflik yang lebih besar di masa mendatang, sehingga sangat penting untuk
mengetahui Tokoh dan motivasi mereka.
Berbicara tentang
evolusi/perkembangan terorisme dan penggunaan teror berdasarkan sejarah,
penting untuk diketahui bahwa bentuk-bentuk masyarakat dan pemerintah di masa
lalu sangat berbeda dari apa yang ada saat ini. Seperti diketahui bahwa
negara-negara modern belum terbentuk sampai 1648 (Perjanjian Westphalia), dan
negara pada saat itu di monopoli oleh perang, atau kekerasan antar-negara.
Keterbatasan dari pemerintah pusat tidak memungkinkan untuk menggunakan teror
sebagai metode untuk mempengaruhi perubahan politik, karena tidak ada satu
otoritas politik yang dominan. Demikian juga dengan tidak adanya pusat
kekuasaan berarti bahwa penggunaan peperangan lebih terbuka bagi setiap
kelompok. Tidak hanya tentara nasional, masyarakat golongan bawah, Tentara
bayaran, pimpinan golongan agama, atau para pedagang dan pengusaha turut serta
terlibat dan berpartisipasi dalam peperangan. Keterlibatan mereka dalam
peperangan dianggap sah. Hal ini tentu sangat kontras dengan era modern, di
mana Negara terlibat dalam perang, sedangkan partisipasi pribadi adalah illegal
Teori awal dari Terorisme
Awal penggunaan terorisme, seperti
fanatisme dan pembunuhan sebenarnya tidak meninggalkan filosofi tertentu atau
doktrin tertentu dalam penggunaan terorisme. Suatu pengecualian atas kegagalan
spektakuler seperti “Guy Fawkes” dengan terinspirasi agama berusaha untuk
membunuh King James I dan Anggota Parlemen Inggris, membuktikan terorisme tidak
pernah terpisah dengan kemajuan atau melampaui batas normal dari bentuk
peperangan pada saat itu. Sebagaimana sistem politik menjadi lebih canggih, dan
kekuasaan politik dilihat kurang lebih merupakan karunia ilahi dan dan banyak
lagi pembangunan sosial ide-ide baru yang mengakibatkan timbulnya
konflik-konflik baru.
Suasana perang dan konflik politik
yang melanda Eropa setelah Revolusi Perancis telah memberikan inspirasi dan
pemikiran pada theory politik pada awal 1800an. Beberapa teori penting dari revolusi
sosial telah berkembang selama waktu itu. Menghubungkan antara kekerasan
revolusioner dan teror yang telah berkembang sejak awal. Theory Revolusioner
menolak kemungkinan reformasi sistem dan menginginkan kekerasan dan kerusakan.
Tindakan ekstrimis ini menjadi dasar untuk penggunaan kekerasan politik .
Dua ideologi yang menggunakan
kekerasan dalam perubahan sosial adalah Marxism yang kemudian berkembang
menjadi komunisme, dan Anarkisme. Keduanya pada dasarnya adalah hanya khayalan
yang muluk-muluk, mereka menyatakan bahwa mereka meletakkan teori dan praktek
dapat menghasilkan masyarakat yang ideal. Kedua ideologiy ini sepaham bahwa
kemunculan mereka adalah karena kerusakan sistem yang ada. Keduanya mengakui
bahwa kekerasan di luar batas dapat diterima dan peperangan dan pemberontakan
justru diperlukan. Komunisme memfokuskan pada perang kelas ekonomi, dan
diasumsikan penyitaan kekuasaan negara oleh (rakyat jelata) sampai negara tidak
lagi diperlukan, dan akhirnya dibuang .Anarkisme menganut paham kurang lebih
penolakan terhadap segala bentuk pemerintahan. Para anarkis percaya bahwa
setelah negara benar-benar hancur, tidak perlu lagi dibentuk yagng baru
sehingga orang bisa hidup dan berinteraksi tanpa paksaan pemerintah. Dalam
jangka pendek, penerimaan dari apa yg di tawarkan komunisme ini diperlukan
untuk keperluan organisasi dan pemaksaan yang digunakan oleh negara saat itu
membuat ideologi ini lebih berhasil dari dua ideologi yang lain. Anarkisme
bertahan di era modern, dengan mempertahankan daya tarik untuk tetap menerapkan
kekerasan sampai hari ini
Abad Evolution of Terrorism
Pada awal Abad 20an. Ideologi yang berdasarkan
Nasionalisme dan revolusi adalah merupakan suatu kekuatan yang paling utama
yang terus di kembangkan menghadapi terorisme. Bila Perjanjian Versailles
menggambar kembali peta Eropa setelah Perang Dunia I oleh kehancuran kekaisaran
Austro-Hungarian yang mengakibatkan terciptanya negara-negara baru, ini diakui
sebagai prinsip penentuan nasib sendiri untuk negara dan kelompok etnis. Hal
ini mendorong etnis minority dan penduduk asli tidak menerima pengakuan untuk
mengkampanyekan kemerdekaan atau otonomi. Namun, dalam banyak kasus, penentuan
nasib sendiri adalah terbatas pada negara-negara Eropa dan kelompok etnik di
Eropa sementara yang lain tidak boleh, terutama penguasa kekuasaan Eropa, telah
menciptakan kepahitan dan periode konflik jangka panjang di daerah-daerah
jajahan atau koloninya..
Secara khusus, Negara-Negara Arab merasa bahwa
mereka telah di Khianati. mereka percaya akan kemerdekaan, mereka sangat
kecewa; pertama ketika Perancis dan Inggris diberi kewenangan atas tanah
mereka, dan kemudian ketika Inggris mengijinkan imigrasi Zionist masuk ke
wilayah Palestina Sesuai dengan isi Deklarasi Balfour.
Sejak akhir Perang Dunia II, terorisme telah
mempercepat perkembangannya menjadi komponen utama dalam konflik kontemporer.
Terutama di gunakan segera setelah perang sebagai unsur utama anti-penjajahan
dan perannya semakin meluas. Dalam Pelayanan di berbagai aspirasi dan ideologi,
terkadang terorisme digantikan dengan bentuk konflik lain. Hal ini menjadi
senjata jarak jauh yang mampu mencapai efek global lebih kurang seperti roket
jarak jauh. Ia juga telah dibuktikan dapat menjadi alat signifikan dari
diplomasi internasional dan terbukti beberapa negara cenderung untuk
menggunakannya.
Nampaknya hasil yang cepat dan goncangan yang besar
dari terorisme telah menjadi pertimbangan sebagai jalan singkat menuju
kemenangan. Kelompok Revolusioner yang tidak rela untuk memberikan waktu dan
sumber daya dalam mengatur kegiatan politik akan bergantung pada
"propaganda dari aksi yang dibuat" untuk menggerakkan aksi massa yang
besar. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok pergerakan kecil dapat menumbangkan
setiap pemerintah melalui penggunaan terror hal ini dipercayai oleh oleh kaum
revolusioner
Saat ini, motif terorisme lebih sering dikaitkan
dengan dimensi moral yang luas seperti nilai, ideologi, agama, ketidakadilan
tatanan dan struktur sosial maupun konstelasi dunia. Namun tidak dipungkiri,
bahwa sekarang ini, Islam diidentikan sedemikian rupa sebagai agama yang
mengusung terorisme. Perkembangan Islam, baik secara institusi dan ataupun
individualnya, telah mengkhawatirkan dunia internasional sedemikian rupa tanpa
alasan yang jelas sama sekali.
Stigma Islam yang melahirkan kekerasan terus
dimunculkan setiap hari di berbagai belahan dunia.Hingga umat pun
perlahan-lahan mulai percaya bahwa Islam mengusung kekerasan seperti itu,
padahal tak sedikitpun agama ini menganjurkan kekerasan. Dalam berperang, Islam
telah mengajarkan syarat dan ketentuan seperti tidak sembarangan, tidak boleh
membunuh non-kombatan, tidak boleh merusak pepohonan, tidak boleh berlebihan,
dan sebagainya.
Terorisme gaya baru mengandung beberapa
karakteristik:
1. ada
maksimalisasi korban secara sangat mengerikan.
2. keinginan
untuk mendapatkan liputan di media massa secara internasional secepat mungkin.
3. tidak
pernah ada yang membuat klaim terhadap Terorisme yang sudah dilakukan.
4.
serangan Terorisme itu tidak pernah bisa
diduga karena sasarannya sama dengan luasnya seluruh permukaan bumi.
Perkembangan
Terorisme di Indonesia
Terorisme sebuah fenomena yang mengganggu. Aksi
terorisme seringkali melibatkan beberapa negara. Sponsor internasional yang
sesungguhnya adalah negara besar. Harus dipahami bahwa terorisme sekarang telah
mendunia dan tidak memandang garis perbatasan internasional.
Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor
1373 yang menetapkan Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden berada dibalik tragedi
11 September 2001 dan dinyatakan sebagai Terorisme yang harus diberantas oleh
dunia telah menimbulkan berbagai reaksi dikalangan masyarakat internasional
diantaranya muncul tanggapan yang menyatakan bahwa justru Amerika Serikat lah
yang mensponsori aksi teror di dunia dengan membentuk konspirasi global yang
didukung sekutunya dengan tujuan menghancurkan Islam di Indonesia tanggapan
tersebut santer ketika munculnya pernyataan PM Senior Singapura Lee Kuan Yeuw
bahwa Indonesia “Sarang Teroris” yang serta merta seluruh masyarakat Indonesia
menolak pernyataan tersebut dengan membakar gambar/patung PM Singapura.
Walaupun Polri berhasil menangkap
para pelaku serta mengungkap jaringan Terorisme yang berada dibalik peristiwa
tersebut, namun hal ini sangat berdampak pada semua aspek kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Atas hasil pengungkapan kasus peledakan bom Bali
reaksi masyarakat yang semula cenderung apriori terhadap bom Bali, seolah-olah
semua ini adalah hasil rekayasa internasional bersama pemerintah, kini telah
bergeser dan mampu melihat fakta secara obyektif melalui proses penanganan dan
pengungkapan berbagai macam serta semua jaringan dan para pelaku serta.
Taktik. Yang
sering dilakukan oleh para teroris adalah:
1) Bom. Taktik yang sering digunakan adalah
pengeboman. Dalam dekade terakhir ini sering terjadi aksi teror yang
dilaksanakan dengan menggunakan bom, baik di Indonesia maupun di luar negeri,
dan hal ini kedepan masih mungkin terjadi.
2) Pembajakan. Pembajakan sangat populer dilancarkan
oleh kelompok teroris. Pembajkan terhadap pesawat terbang komersial pernah
terjadi di beberapa negara, termasuk terhadap pesawat Garuda Indonesia di Don
Muang Bangkok pada tahun 1981. Tidak menutup kemungkinan pembajakan pesawat
terbang komersial masih akaan terjadi saat ini dan massa yang akan datang, baik
di Indonesia maupun di luar negeri.
3) Pembunuhan. Pembunuhan adalah bentuk aksi teroris
yang tertua dan masih digunakan hingga saat in. Sasaran dari pembunuhan ini
seringkali telah diramalkan, teroris akan mengklaim bertanggungjawab atas
pembunuhan yang dilaksanakan. Sasaran dari pembunuhan ini biasanya adalah
pejabat pemerintah, penguasa, politisi dan aparat keamanan. Dlam sepuluh tahun
terakhir tercatat 246 kasus pembunuhan oleh teroris seluruh dunia.
4) Penculikan. Tidak semua penghadangan ditujukan
untuk membunuh. Dalam kasus kelompok gerilya Abu Sayaf di Filipina,
penghadangan lebih ditujukan untuk menculik personel, sepperti yang dilakukan
oleh kelompok GAM terhadap kameraman RCTI Ersa Siregar dan Fery Santoro di
Aceh. Penculikan biasanya akan diikuti dengan tuntutan imbalan berupa uang atau
tuntutan p[olitik lainnya.
5) Penyanderaan. Perbedaan antara penculikan dan
penyanderaan dalam dunia terorisme sangat tipis. Kedua bentuk operasi ini seringkali
meimiliki pengegertian yang sama. Penculik biasanya meennan korbannya di tempat
tersembunyi dan tuntutannya adalah berupa materi dan uang, sedangkan
penyanderaan biasanya menahan sandera di tempat umum ataupun di dalam hutan
seperti yang dilakukan oleh kelompok Kelly Kwalik di Papua yang menyandera tim
peneliti Lorenz pada tahun 1996. Tuntutan penyannderaan lebih dari sekedar
materi. Biasanya tuntutan politik lebih sering dilemparkan pada kasus
penyanderaan ini.
salah satu contoh teroris:
3.1
Kesimpulan
Terorisme adalah
kekerasan atau ancaman kekerasan yang diperhitungkan sedemikian rupa untuk
menciptkan suasana ketakutan dan bahaya dengan maksud menarik perhatian
nasional atau internasional terhadap suatu aksi maupun tuntutan.
Ciri-ciri terorisme adalah :
1.
Organisasi yang baik, berdisiplin tinggi & militant
2.
Mempunyai tujuan politik, ideologi tetapi melakukan
kejahatan kriminal untuk mencapai tujuan.
3.
Tidak mengindahkan norma-norma universal yang berlaku,
seperti agama, hukum dan HAM.
4.
Memilih sasaran yang menimbulkan efek psikologis yang
tinggi untuk menimbulkan rasa takut dan mendapatkan publikasi yang luas.
5.
Menggunakan cara-cara antara lain seperti : pengeboman,
penculikan, penyanderaan, pembajakan dan sebagainya yang dapat menarik
perhatian massa/publik.
Bentuk-bentuk Terorisme:
v
Dilihar dari cara-cara yang digunakan :
1) Teror Fisik
2) Teror Mental
v
Dilihat dari Skala sasaran teror :
1) Teror Nasional
2) Teror Internasional
a) Dari Pihak yang kuat
kepada pihak yang lemah. Dalam bentuk penjajahan, invansi, intervensi, agresi
dan perang terbuka.
b) Dari Pihak yang Lemah
kepada Pihak yang kuat. Dalam bentuk pembajakan, gangguan keamanan
internasional, sabotase, tindakan nekat dan berani mati, pasukan bunuh diri,
dsb.
Dalam rangka
memerangi aksi terorisme, secara umum diperlukan persyaratan kesiapan yang
meliputi :
(1) kesiapan
dibidang politik
(2) kesiapan
dibidang hukum
(3) kesiapan
bidang operasional
3.2
Saran
Setiap tindakan kaum teroris adalah tindakan kriminal.
Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat yang mempunyai moral, pendidikan, dan
etika sudah selayaknya tidak terjerumus hal-hal yang berhubungan dengan
tindakan terorisme ataupun tindakan kriminal lainnya. Selain itu, penyuluhan
terhadap bahaya terorisme di sekitar kita perlu diadakan untuk antisipasi
terpengaruhnya masyarakat awam terhadap terorisme.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar