Kamis, 01 November 2012

Makalah Tentang Teroris

BAB I

PENDAHULUAN
 Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang bertemakan "Teroris". 
   makalah ini menjelaskan tentang yang berhubungan dengan terorisme.
latar Belakang

        Terorisme adalah penggunaan kekerasan, fisik atau psikologis, melalui serangan lokal untuk elemen atau fasilitas dari pemerintah atau penduduk yang telah diatur, untuk menanamkan rasa takut, teror, dan dengan demikian mendapatkan efek psikologis masyarakat. Hal ini digunakan oleh berbagai lembaga sebagai cara untuk mencapai tujuan, dan organisasi politik, kelompok separatis dan bahkan pemerintah yang berkuasa.

Dengan adanya berbagai polemik yang terjadi di Negara ini,maka Pemerintahan Republik Indonesia dirasa semakin peka dengan apa yang dinamakan teroris terlebih dengan adanya berbagai bentuk kejadian yang menimpa banyak korban yang diakibatkan oleh serangan-serangan atau bentuk kejadian berupa terror bom dari mulai Bom Bali 1 sampai yang terakhir di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi hampir bersamaan, sekitar pukul 07.50 WIB pada tanggal 17 Juli 2009.
Berbagai usaha yang dilakukan bahkan setelah terjadi Bom Bali 1 pemerintahan RI membentuk suatu ketentuan undang-undang yang dinamakan “Undang-undang Republik Indonesia Nomor.15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang nomor.1 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme menjadi undang-undang”.
Terlebih Pemerintahan RI membentuk suatu kesatuan khusus yang dinamakan Detasemen Khusus 88 atau Densus 88 adalah satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penanggulangan teroris di Indonesia. Pasukan khusus berompi merah ini dilatih khusus untuk menangani segala ancaman teror, termasuk teror bom. Beberapa anggota juga merupakan anggota tim Gegana.
Hingga pada puncaknya pasukan khusus ini dapat menghentikan sepak terjang salah satu gembong teroris yang paling diburu yakni Gembong teroris Noordin M Top yang tewas dalam penggerebekan Densus 88 di Solo, Jawa Tengah, 17 September lalu, ternyata semua itu bukan akhir dari pada sepak terjang para teroris yang ada di Indonesia namun akan tetapi telah mengembangkan jaringan sel-sel baru terorisme.

a.      Ciri-ciri terorisme
Menurut beberapa literatur dan reference termasuk surat kabar dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri terorisme adalah :
1.      Organisasi yang baik, berdisiplin tinggi & militant
2.      Mempunyai tujuan politik, ideologi tetapi melakukan kejahatan kriminal untuk mencapai tujuan.
3.      Tidak mengindahkan norma-norma universal yang berlaku, seperti agama, hukum dan HAM.
4.      Memilih sasaran yang menimbulkan efek psikologis yang tinggi untuk menimbulkan rasa takut dan mendapatkan publikasi yang luas.
5.      Menggunakan cara-cara antara lain seperti : pengeboman, penculikan, penyanderaan, pembajakan dan sebagainya yang dapat menarik perhatian massa/publik.
Yon seorang Koordinator Bidang Kajian, Publikasi, dan Penelitian Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia itu menjelaskan, secara umum pelaku terorisme, termasuk pelaku bom bunuh diri, berdasarkan motivasi dapat dibedakan dalam empat kategori.
Kategori pertama, berkaitan dengan ideologi dan keyakinan, yakni kelompok teroris yang dimotivasi oleh ajaran agama biasanya dididik dalam lembaga-lembaga pendidikan keagamaan dalam waktu yang lama dan dipersiapkan untuk aktifitas terorisme.
"Kelompok ini biasanya memiliki ciri-ciri keagamaan tertentu. Melihat trend pengeboman di Indonesia pada dasawarsa terakhir ini dapat disimpulkan bahwa terorisme dengan motivasi ajaran agama secara murni hampir dipastikan telah hilang.
Hal itu, lanjutnya, karena komunitas agama di Indonesia tidak menolerir segala bentuk aksi terorisme. Bahkan kelompok-kelompok yang dianggap keras sekalipun, seperti Ustaz Abu Bakar Baasyir dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), secara tegas menolak cara-cara yang dilakukan kelompok Noordin M Top.
Kategori kedua, kelompok yang tereksploitasi. Kelompok inilah yang mendominasi aksi-aksi terorisme di Indonesia.
Walaupun pelaku mendapatkan indoktrinasi dan sekaligus proyeknya dari anggota dalam jaringan teroris di Indonesia, tetapi sebagian besar tidak mengenal dengan baik orang telah mencuci otaknya (brainwashing),
mereka yang dapat dieksploitasi menjadi suicide bombers (pelaku bom bunuh diri) adalah yang memiliki perasaan bersalah atau merasa hidupnya tak bermakna.
Sebagian besar dari mereka berasal dari segmen pemuda yang bermasalah secara psikologis dan sosial, serta bukan berasal dari kelompok religius.
"Ciri-cirinya pun berbeda dengan kategori pertama. Mereka tidak direkrut di masjid tetapi di jalan. Tentu mengeksploitasi segmen masyarakat seperti ini sangat mudah dan inilah yang menjadi fenomena terorisme di Indonesia," ujarnya.
Kategori ketiga, dimotivasi oleh balas dendam atas kekerasan oleh rezim Orde Baru terhadap anggota keluarga mereka, Kelompok ini dapat berasal dari keluarga Darul Islam (DI). Hanya saja untuk saat ini tentu sangat susah mendapatkan keluarga DI yang masih mengalami trauma kekerasan yang diterima oleh keluarga mereka.
Sedangkan kategori keempat adalah kelompok separatis yang berkembang di Indonesia.
Pada kenyataannya, kata Yon, kelompok itu telah melakukan transformasi kepada gerakan politik dan berdamai dengan pemerintah Indonesia.
b.      Bentuk-bentuk Terorisme.
Dilihar dari cara-cara yang digunakan :
1) Teror Fisik yaitu teror untuk menimbulkan ketakutan, kegelisahan memalui sasaran pisik jasmani dalam bentuk pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, penyanderaan penyiksaan dsb, sehingga nyata-nyata dapat dilihat secara pisik akibat tindakan teror.
2) Teror Mental, yaitu teror dengan menggunakan segala macam cara yang bisa menimbulkan ketakutan dan kegelisahan tanpa harus menyakiti jasmani korban (psikologi korban sebagai sasaran) yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan tekanan batin yang luar biasa akibatnya bisa gila, bunuh diri, putus asa dsb.
Dilihat dari Skala sasaran teror :
1) Teror Nasinal, yaitu teror yang ditujukan kepada pihak-pihak yang ada pada suatu wilayah dan kekuasaan negara tertentu, yang dapat berupa : pemberontakan bersenjata, pengacauan stabilitas nasional, dan gangguan keamanan nasional.
2) Teror Internasional. Tindakan teror yang diktujukan kepada bangsa atau negara lain diluar kawasan negara yang didiami oleh teroris, dengan bentuk :
a) Dari Pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Dalam bentuk penjajahan, invansi, intervensi, agresi dan perang terbuka.
b) Dari Pihak yang Lemah kepada Pihak yang kuat. Dalam bentuk pembajakan, gangguan keamanan internasional, sabotase, tindakan nekat dan berani mati, pasukan bunuh diri, dsb.
2.2 Usaha Teroris Dalam Merekrut Anggota
Menurut Margaretha seorang Psikolog Universitas Airlangga (Unair), konsep pencucian otak merupakan terminologi yang sangat umum. Dari perspektif komunikasi, pelaku kejahatan ini mendekati calon korban dengan proses persuasi. Proses yang secara sadar bertujuan untuk mempengaruhi orang berperilaku sesuatu.
Pencucian otak sangat bisa berhasil dengan proses persuasi yang sangat profesional. Bisa dengan teknik lowball atau juga sugesti.
Teknik lowball, biasanya diawali dengan sebuah permintaan halus. Permintaan ringan yang disodorkan berlangung terus menerus. Misalnya, seseorang meminta pertolongan secara materil.
Kejahatan dengan teknik lowball ini dilakukan dengan jangka waktu lama dan dilakukan secara berulang-ulang pada korban yang sama. Semakin lama, si pelaku semakin memberikan permintaan yang semakin berat. Teknik pencucian otak ini dilancarkan kepada calon korban secara sadar.
Sedangkan, teknik sugesti digunakan si pelaku dengan menyerang alam tak sadar calon korban. Biasanya masyarakat lebih akrab dengan teknik gendam. Calon korban diserang dalam posisi tenang yakni pada saat istirahat atau tahap gelombang otak mengarah tenang.
Menurut Mardigu WP ahli pengamat terorisme, modus yang digunakan para ‘pencuci otak’ untuk melaksanakan tujuannya adalah mencari dana dengan doktrin jihad. Pertama, pelaku akan mengajak si korban untuk hijrah, lalu berjihad, dan terakhir memintanya berinfaq.
Pendekatan yang dilakukan para pelaku juga tergolong singkat. Sejak pertama kali mengenal korban hingga melakukan eksekusi, mereka butuh waktu dua minggu.
Tidak hanya itu, sasaran korban pun beragam. Tidak ada golongan khusus, atau jenis kelamin tertentu. Yang jelas, Mardigu meminta semua pihak waspada jika ada orang-orang asing yang mengajak kenalan dengan cara yang sangat intens.
2.3 Tujuan Teroris
a.          Tujuan Jangka Pendek, meliputi :
1.      Mempeeroleh pengakuan dari masyarakat lokal, nasional, regional maupun dunia internasional atas perjuangannya.
2.      Memicu reaksi pemerintah, over reaksi dan tindakan represif yang dapat mengakibatkan keresahan di masyarakat.
3.      Mengganggu, melemahkan dan mempermalukan pemerintah, militer atau aparat keamanan lainnya.
4.      Menunjukkan ketidak mampuan pemerintah dalam melindungi dan mengamankan rakyatnya.
5.      Memperoleh uang atau perlengkapan.
6.      Mengganggu dan atau menghancurkan sarana komunikasi, informasi maupun transportasi.
7.      Mencegah atau menghambat keputusan dari badan eksekutif atau legislatif.
8.      Menimbulkan mogok kerja.
9.      Mencegah mengalirnya investasi dari pihak asing atau program bantuan dari luar negeri.
10.  Mempengaruhi jalannya pemilihan umum.
11.  Membebaskan tawanan yang menjadi kelompok mereka.
12.  Membalas dendam.
b.         Tujuan Jangka Panjang, meliputi :
1.      Menimbulkan perubahan dramatis dalam pemerintahan, seperti revolusi, perang saudara atau perang antar negara.
2.      Mengganti ideologi suatu negara dengan ideologi kelompoknya.
3.      Menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pihak teroris selama perang gerilya.
4.      Mempengaruhi kebijakan pembuat keputusan baik dalam lingkup lokal, nasional, regional atau internasional.
5.      Memperoleh pengakuan politis sebagai badan hukum untuk mewakili suatu suku bangsa atau kelompok nasional, misalnya PLO.
2.4 Perkembangan Terorisme Saat Ini
Pola Terorisme terus berubah dan berkembang. Sedangkan pada permukaan pada intinya tetap "Merencanakan suatu tindakan dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang melanggar hukum untuk menanamkan rasa takut ..." Ini sangat efektif digunakan sebagai alat strategis dalam menghadapi Lawan yang dihadapinya. Bagaimanapun terorisme telah berkembang dengan luar biasa dengan menerapkan strategi perang abad 21, mereka juga selalu beradaptasi dengan perubahan sosial politik dunia serta lingkungan. Beberapa perubahan itu telah mampu memfasilitasi kemampuan dari teroris dalam beroperasi, memperoleh dana, dan mengembangkan kemampuan baru. Perubahan lain adalah secara perlahan terorisme telah bergerak membangun hubungan yang berbeda menuju dunia yang lebih luas.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang bagaimana konteks perubahan ini , maka kita perlu melihat sejarah perkembangan terorisme, dengan mewarisi perubahan kontur atas teknik yang dipelopori oleh orang lain. Perkembangan ini didorong oleh perkembangan yang berlangsung secara alami, berlangsung dalam suatu konflik dan hubungan internasional. Hal ini juga perlu di pertimbangkan karena dapat menjadi kemungkinan penyebab konflik yang lebih besar di masa mendatang, sehingga sangat penting untuk mengetahui Tokoh dan motivasi mereka.
Berbicara tentang evolusi/perkembangan terorisme dan penggunaan teror berdasarkan sejarah, penting untuk diketahui bahwa bentuk-bentuk masyarakat dan pemerintah di masa lalu sangat berbeda dari apa yang ada saat ini. Seperti diketahui bahwa negara-negara modern belum terbentuk sampai 1648 (Perjanjian Westphalia), dan negara pada saat itu di monopoli oleh perang, atau kekerasan antar-negara. Keterbatasan dari pemerintah pusat tidak memungkinkan untuk menggunakan teror sebagai metode untuk mempengaruhi perubahan politik, karena tidak ada satu otoritas politik yang dominan. Demikian juga dengan tidak adanya pusat kekuasaan berarti bahwa penggunaan peperangan lebih terbuka bagi setiap kelompok. Tidak hanya tentara nasional, masyarakat golongan bawah, Tentara bayaran, pimpinan golongan agama, atau para pedagang dan pengusaha turut serta terlibat dan berpartisipasi dalam peperangan. Keterlibatan mereka dalam peperangan dianggap sah. Hal ini tentu sangat kontras dengan era modern, di mana Negara terlibat dalam perang, sedangkan partisipasi pribadi adalah illegal
Teori awal dari Terorisme
Awal penggunaan terorisme, seperti fanatisme dan pembunuhan sebenarnya tidak meninggalkan filosofi tertentu atau doktrin tertentu dalam penggunaan terorisme. Suatu pengecualian atas kegagalan spektakuler seperti “Guy Fawkes” dengan terinspirasi agama berusaha untuk membunuh King James I dan Anggota Parlemen Inggris, membuktikan terorisme tidak pernah terpisah dengan kemajuan atau melampaui batas normal dari bentuk peperangan pada saat itu. Sebagaimana sistem politik menjadi lebih canggih, dan kekuasaan politik dilihat kurang lebih merupakan karunia ilahi dan dan banyak lagi pembangunan sosial ide-ide baru yang mengakibatkan timbulnya konflik-konflik baru.
Suasana perang dan konflik politik yang melanda Eropa setelah Revolusi Perancis telah memberikan inspirasi dan pemikiran pada theory politik pada awal 1800an. Beberapa teori penting dari revolusi sosial telah berkembang selama waktu itu. Menghubungkan antara kekerasan revolusioner dan teror yang telah berkembang sejak awal. Theory Revolusioner menolak kemungkinan reformasi sistem dan menginginkan kekerasan dan kerusakan. Tindakan ekstrimis ini menjadi dasar untuk penggunaan kekerasan politik .
Dua ideologi yang menggunakan kekerasan dalam perubahan sosial adalah Marxism yang kemudian berkembang menjadi komunisme, dan Anarkisme. Keduanya pada dasarnya adalah hanya khayalan yang muluk-muluk, mereka menyatakan bahwa mereka meletakkan teori dan praktek dapat menghasilkan masyarakat yang ideal. Kedua ideologiy ini sepaham bahwa kemunculan mereka adalah karena kerusakan sistem yang ada. Keduanya mengakui bahwa kekerasan di luar batas dapat diterima dan peperangan dan pemberontakan justru diperlukan. Komunisme memfokuskan pada perang kelas ekonomi, dan diasumsikan penyitaan kekuasaan negara oleh (rakyat jelata) sampai negara tidak lagi diperlukan, dan akhirnya dibuang .Anarkisme menganut paham kurang lebih penolakan terhadap segala bentuk pemerintahan. Para anarkis percaya bahwa setelah negara benar-benar hancur, tidak perlu lagi dibentuk yagng baru sehingga orang bisa hidup dan berinteraksi tanpa paksaan pemerintah. Dalam jangka pendek, penerimaan dari apa yg di tawarkan komunisme ini diperlukan untuk keperluan organisasi dan pemaksaan yang digunakan oleh negara saat itu membuat ideologi ini lebih berhasil dari dua ideologi yang lain. Anarkisme bertahan di era modern, dengan mempertahankan daya tarik untuk tetap menerapkan kekerasan sampai hari ini
Abad Evolution of Terrorism
Pada awal Abad 20an. Ideologi yang berdasarkan Nasionalisme dan revolusi adalah merupakan suatu kekuatan yang paling utama yang terus di kembangkan menghadapi terorisme. Bila Perjanjian Versailles menggambar kembali peta Eropa setelah Perang Dunia I oleh kehancuran kekaisaran Austro-Hungarian yang mengakibatkan terciptanya negara-negara baru, ini diakui sebagai prinsip penentuan nasib sendiri untuk negara dan kelompok etnis. Hal ini mendorong etnis minority dan penduduk asli tidak menerima pengakuan untuk mengkampanyekan kemerdekaan atau otonomi. Namun, dalam banyak kasus, penentuan nasib sendiri adalah terbatas pada negara-negara Eropa dan kelompok etnik di Eropa sementara yang lain tidak boleh, terutama penguasa kekuasaan Eropa, telah menciptakan kepahitan dan periode konflik jangka panjang di daerah-daerah jajahan atau koloninya..
Secara khusus, Negara-Negara Arab merasa bahwa mereka telah di Khianati. mereka percaya akan kemerdekaan, mereka sangat kecewa; pertama ketika Perancis dan Inggris diberi kewenangan atas tanah mereka, dan kemudian ketika Inggris mengijinkan imigrasi Zionist masuk ke wilayah Palestina Sesuai dengan isi Deklarasi Balfour.
Sejak akhir Perang Dunia II, terorisme telah mempercepat perkembangannya menjadi komponen utama dalam konflik kontemporer. Terutama di gunakan segera setelah perang sebagai unsur utama anti-penjajahan dan perannya semakin meluas. Dalam Pelayanan di berbagai aspirasi dan ideologi, terkadang terorisme digantikan dengan bentuk konflik lain. Hal ini menjadi senjata jarak jauh yang mampu mencapai efek global lebih kurang seperti roket jarak jauh. Ia juga telah dibuktikan dapat menjadi alat signifikan dari diplomasi internasional dan terbukti beberapa negara cenderung untuk menggunakannya.
Nampaknya hasil yang cepat dan goncangan yang besar dari terorisme telah menjadi pertimbangan sebagai jalan singkat menuju kemenangan. Kelompok Revolusioner yang tidak rela untuk memberikan waktu dan sumber daya dalam mengatur kegiatan politik akan bergantung pada "propaganda dari aksi yang dibuat" untuk menggerakkan aksi massa yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok pergerakan kecil dapat menumbangkan setiap pemerintah melalui penggunaan terror hal ini dipercayai oleh oleh kaum revolusioner
Saat ini, motif terorisme lebih sering dikaitkan dengan dimensi moral yang luas seperti nilai, ideologi, agama, ketidakadilan tatanan dan struktur sosial maupun konstelasi dunia. Namun tidak dipungkiri, bahwa sekarang ini, Islam diidentikan sedemikian rupa sebagai agama yang mengusung terorisme. Perkembangan Islam, baik secara institusi dan ataupun individualnya, telah mengkhawatirkan dunia internasional sedemikian rupa tanpa alasan yang jelas sama sekali.
Stigma Islam yang melahirkan kekerasan terus dimunculkan setiap hari di berbagai belahan dunia.Hingga umat pun perlahan-lahan mulai percaya bahwa Islam mengusung kekerasan seperti itu, padahal tak sedikitpun agama ini menganjurkan kekerasan. Dalam berperang, Islam telah mengajarkan syarat dan ketentuan seperti tidak sembarangan, tidak boleh membunuh non-kombatan, tidak boleh merusak pepohonan, tidak boleh berlebihan, dan sebagainya.
Terorisme gaya baru mengandung beberapa karakteristik:
1.      ada maksimalisasi korban secara sangat mengerikan.
2.      keinginan untuk mendapatkan liputan di media massa secara internasional secepat mungkin.
3.      tidak pernah ada yang membuat klaim terhadap Terorisme yang sudah dilakukan.
4.      serangan Terorisme itu tidak pernah bisa diduga karena sasarannya sama dengan luasnya seluruh permukaan bumi.
Perkembangan Terorisme di Indonesia
Terorisme sebuah fenomena yang mengganggu. Aksi terorisme seringkali melibatkan beberapa negara. Sponsor internasional yang sesungguhnya adalah negara besar. Harus dipahami bahwa terorisme sekarang telah mendunia dan tidak memandang garis perbatasan internasional.
Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1373 yang menetapkan Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden berada dibalik tragedi 11 September 2001 dan dinyatakan sebagai Terorisme yang harus diberantas oleh dunia telah menimbulkan berbagai reaksi dikalangan masyarakat internasional diantaranya muncul tanggapan yang menyatakan bahwa justru Amerika Serikat lah yang mensponsori aksi teror di dunia dengan membentuk konspirasi global yang didukung sekutunya dengan tujuan menghancurkan Islam di Indonesia tanggapan tersebut santer ketika munculnya pernyataan PM Senior Singapura Lee Kuan Yeuw bahwa Indonesia “Sarang Teroris” yang serta merta seluruh masyarakat Indonesia menolak pernyataan tersebut dengan membakar gambar/patung PM Singapura.
Walaupun Polri berhasil menangkap para pelaku serta mengungkap jaringan Terorisme yang berada dibalik peristiwa tersebut, namun hal ini sangat berdampak pada semua aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Atas hasil pengungkapan kasus peledakan bom Bali reaksi masyarakat yang semula cenderung apriori terhadap bom Bali, seolah-olah semua ini adalah hasil rekayasa internasional bersama pemerintah, kini telah bergeser dan mampu melihat fakta secara obyektif melalui proses penanganan dan pengungkapan berbagai macam serta semua jaringan dan para pelaku serta.
Taktik. Yang sering dilakukan oleh para teroris adalah:
1) Bom. Taktik yang sering digunakan adalah pengeboman. Dalam dekade terakhir ini sering terjadi aksi teror yang dilaksanakan dengan menggunakan bom, baik di Indonesia maupun di luar negeri, dan hal ini kedepan masih mungkin terjadi.
2) Pembajakan. Pembajakan sangat populer dilancarkan oleh kelompok teroris. Pembajkan terhadap pesawat terbang komersial pernah terjadi di beberapa negara, termasuk terhadap pesawat Garuda Indonesia di Don Muang Bangkok pada tahun 1981. Tidak menutup kemungkinan pembajakan pesawat terbang komersial masih akaan terjadi saat ini dan massa yang akan datang, baik di Indonesia maupun di luar negeri.
3) Pembunuhan. Pembunuhan adalah bentuk aksi teroris yang tertua dan masih digunakan hingga saat in. Sasaran dari pembunuhan ini seringkali telah diramalkan, teroris akan mengklaim bertanggungjawab atas pembunuhan yang dilaksanakan. Sasaran dari pembunuhan ini biasanya adalah pejabat pemerintah, penguasa, politisi dan aparat keamanan. Dlam sepuluh tahun terakhir tercatat 246 kasus pembunuhan oleh teroris seluruh dunia.
4) Penculikan. Tidak semua penghadangan ditujukan untuk membunuh. Dalam kasus kelompok gerilya Abu Sayaf di Filipina, penghadangan lebih ditujukan untuk menculik personel, sepperti yang dilakukan oleh kelompok GAM terhadap kameraman RCTI Ersa Siregar dan Fery Santoro di Aceh. Penculikan biasanya akan diikuti dengan tuntutan imbalan berupa uang atau tuntutan p[olitik lainnya.
5) Penyanderaan. Perbedaan antara penculikan dan penyanderaan dalam dunia terorisme sangat tipis. Kedua bentuk operasi ini seringkali meimiliki pengegertian yang sama. Penculik biasanya meennan korbannya di tempat tersembunyi dan tuntutannya adalah berupa materi dan uang, sedangkan penyanderaan biasanya menahan sandera di tempat umum ataupun di dalam hutan seperti yang dilakukan oleh kelompok Kelly Kwalik di Papua yang menyandera tim peneliti Lorenz pada tahun 1996. Tuntutan penyannderaan lebih dari sekedar materi. Biasanya tuntutan politik lebih sering dilemparkan pada kasus penyanderaan ini.
 
salah satu contoh teroris:
 
3.1 Kesimpulan
Terorisme adalah kekerasan atau ancaman kekerasan yang diperhitungkan sedemikian rupa untuk menciptkan suasana ketakutan dan bahaya dengan maksud menarik perhatian nasional atau internasional terhadap suatu aksi maupun tuntutan.
Ciri-ciri terorisme adalah :
1.      Organisasi yang baik, berdisiplin tinggi & militant
2.      Mempunyai tujuan politik, ideologi tetapi melakukan kejahatan kriminal untuk mencapai tujuan.
3.      Tidak mengindahkan norma-norma universal yang berlaku, seperti agama, hukum dan HAM.
4.      Memilih sasaran yang menimbulkan efek psikologis yang tinggi untuk menimbulkan rasa takut dan mendapatkan publikasi yang luas.
5.      Menggunakan cara-cara antara lain seperti : pengeboman, penculikan, penyanderaan, pembajakan dan sebagainya yang dapat menarik perhatian massa/publik.
               Bentuk-bentuk Terorisme:
v  Dilihar dari cara-cara yang digunakan :
1) Teror Fisik
2) Teror Mental
v  Dilihat dari Skala sasaran teror :
1) Teror Nasional
2) Teror Internasional
a) Dari Pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Dalam bentuk penjajahan, invansi, intervensi, agresi dan perang terbuka.
b) Dari Pihak yang Lemah kepada Pihak yang kuat. Dalam bentuk pembajakan, gangguan keamanan internasional, sabotase, tindakan nekat dan berani mati, pasukan bunuh diri, dsb.
Dalam rangka memerangi aksi terorisme, secara umum diperlukan persyaratan kesiapan yang meliputi :
(1) kesiapan dibidang politik
(2) kesiapan dibidang hukum
(3) kesiapan bidang operasional
3.2 Saran
Setiap tindakan kaum teroris adalah tindakan kriminal. Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat yang mempunyai moral, pendidikan, dan etika sudah selayaknya tidak terjerumus hal-hal yang berhubungan dengan tindakan terorisme ataupun tindakan kriminal lainnya. Selain itu, penyuluhan terhadap bahaya terorisme di sekitar kita perlu diadakan untuk antisipasi terpengaruhnya masyarakat awam terhadap terorisme.
DAFTAR PUSTAKA
http://nunezbaehaqi.wordpress.com/2010/12/05/perkembangan-antara-agama-islam-dan-ancaman-terorisme-di-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar